Entri Populer

Senin, 14 Maret 2011


 GOOD GOVERNANCE
 
Menurut World Bank sebagaimana dikutip Wasistiono (2007 : Hal. 54), kata governance diartikan sebagai “the way state power is used in managing economic and social resources for development society”. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat di gambarkan bahwa governance adalah cara, yakni cara bagaimana kekuasaan negara digunakan untuk mengelola sumberdaya – sumberdaya ekonomi dan sosial guna pembangunan masyarakat. Lebih jauh, kata governance berarti penggunaan atau pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik, ekonomi dan administratif untuk mengelola masalah – masalah nasional pada semua tingkatan.
Jika mengacu pada program world Bank dan United Nation Development Program (UNDP), orientasi pembangunan sektor publik adalah untuk menciptakan good governance. Pengertian good governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang baik. Gunawan Sumodiningrat (1999 : Hal. 251) sebagaimana dikutip Hasyim Batubara (2006) menyatakan good governance adalah upaya pemerintah yang amanah dan untuk menciptakan good governance pemerintah perlu didesentralisasi dan sejalan dengan kaidah penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Selanjutnya, UNDP memberikan beberapa karakteristik pelaksanaan good governance, meliputi :
a)      Participation, keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidak langsung melalui lembaga perwakilan yang dapat menyalurkan aspirasinya. Partisipasi tersebut dibangun atas dasar kebebasan berasosiasi dan berbicara serta berpartisipasi secara konstruktif.
b)      Rule of law, kerangka hukum yang adil dan dilaksanakan tanpa pandang bulu.
c)      Transparency, transparansi dibangun atas dasar kebebasan memperoleh informasi. Informasi yang berkaitan dengan kepentingan publik secara langsung dapat dipeoleh oleh mereka yang membutuhkan.
d)     Responsiviness, lembaga – lembaga publik harus cepat tanggap dalam melayani stakeholder.
e)      Consensus orientation, berorintasi pada kepentingan masyarakat yang lebih luas.
f)       Equity, setiap masyarakat memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh kesejahteraan dan keadilan.
g)      Efficiency and effectiviness, pengelolaan sumber daya publik dilakukan secara berdaya guna (efisien) dan berhasil guna (efektif).
h)      Accountability, pertanggungjawaban kepada publik atas setiap aktivitas yang dilakukan.
i)        Strategic vision, penyelenggaraan pemerintahan dan masyarakat harus memiliki visi jauh ke depan.

LIBERALISME

1.      Pendahuluan
Istilah liberal muncul dalam bahasa Inggris pada abad ke-14, dari bahasa latin Liberale yang artinya class of free man, satu kelas dari orang-orang merdeka atau mereka yang bisa dibedakan dari slave, atau mereka yang independent dari sisi ekonomi.
Makna liberal ini mengalami konteks sosial-politik, kira-kira pada abad ke 18-19, seiring dengan revolusi besar kaum borjuasi di Eropa, dengan munculnya borjuis public sphere sejak abad 18. Di mana kemudian ide-ide liberal ini mendapat basis dukungan sosial yang muncul dari kaum borjuasi. Tapi pada tahap-tahap awal, kelompok borjuasi ini juga muncul dari kalangan Aristokrat. Sehingga pada awalnya, yaitu pada abad ke-18, liberal itu identik dengan apa yang open minded atau progressive ideas yang pada awalnya diasosiasikan kepada kelompok radikal atau kiri.

2.      Pemahaman Liberalisme
2.1.   Pengertian Liberalisme
       Liberalisme atau liberal merupakan suatu idiologi, pandangan filsafat, dan tradisi politik yang didasarkan pada paham bahwa kebebasan adalah nilai yang utama (wikipedia Indonesia). Kebebasan merupakan hal yang mutlak dari pandangan liberalisme. Kebebasan dalam pandangan liberalisme yaitu dicirikan dengan kebebasan berfikir bagi masyarakat individu dalam artian masyarakat memiliki kebebasan penuh untuk mengatur dirinya sendiri sesuai dengan kemampuan yang dimiliki.
        Paham liberalisme menolak adanya pembatasan bagi kebebasan individu terutama pembatasan oleh pemerintah dan agama. Pemerintah dan agama hanya memiliki kewajiban untuk menjamin kesejahteraan masyarakat individu dan tidak mencampuri apa yang dilakukan oleh masyarakat individu di dalam mengembangkan dirinya.
        Tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Efriza (2009) bahwa liberalisme merupakan suatu doktrin yang memiliki makna semangat individualisme. Setiap individu sangat dihargai kebebasannya dalam segala bidang kehidupan baik itu ekonomi, sosial, hukum dan budaya dalam suatu negara yang dikemas dalam istilah kebebasan, kemerdekaan dan persamaan. Liberalisme memberikan kepada masyarakat individu untuk mengembangkan dirinya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukan,  dan tidak menyuruh individu lain untuk melakukan suatu hal untuk kepentingan dirinya.
2.2.   Pokok – Pokok Pikiran  Liberalisme
Tiga hal mendasar dari idiologi liberalisme adalah kehidupan (life), kebebasan (liberty) dan hak milik (property) (wikipedia Indonesia). Berikut akan disampaikan nilai – nilai pokok dari  hal mendasar idiologi liberalisme :
a)      Percaya bahwa Tuhan adalah Sang Pencipta.
Dalam paham liberalisme, bahwa setiap individu merupakan makhluk yang sama di mata Tuhan. Setiap individu dilahirkan dengan hak – hak yang sama yang melekat dalam setiap diri individu, sehingga mereka memiliki hak yang sama.
b)      Kesempatan yang sama.
Bahwa setiap manusia / masyarakat individu memiliki kesempatan yang sama di dalam setiap bidang kehidupan baik itu, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Hanya saja kembali kepada kemapuan dari setiap individu di dalam mengembangkan dirinya sendiri.
c)      Pengakuan terhadap persamaan manusia.
Setiap manusia memiliki hak yang sama dalam mengembangkan dirinya sendiri, mengemukakan pendapat dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya dan kenegaraan, dimana dalam menyelesaikan masalah – masalah yang ada dilakukan dengan musyawarah dan dilakukan persetujuan guna menghindari egoisme individu.
d)     Pemerintah harus mendapat persetujuan dari yang diperintah.
Dalam paham liberalisme sangat telihat jelas bahwa kekuasaan pemerintah dalam mengatur masyarakat individu sangatlah terbatas. Pemerintah tidak boleh bertindak atau menentukan keputusan – keputusan sesuai dengan kehendanya sendiri, melainkan harus berdasarkan kehendak atau kepentingan rakyat.
e)      Berjalannya hukum (rule of law).
Fungsi negara dalam paham liberalisme adalah melindungi dan mengabdi pada rakyat. Segala peraturan hukum yang telah dibuat oleh negara berpatokan pada undang – undang yang berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan hak asasi manusia.
f)       Pemusatan kepentingan adalah individu.
Bahwa segala sesuatu dalam paham liberalisme, kebebasan individulah yang utama. Segala peraturan yang ditetapkan oleh negara semata – mata hanya untuk melindungi hak – hak individu. Melindungi kepentingan masyarakat individu menjadi prioritas utama dalam mewujudkan suatu kebebasan individu.
g)      Negara hanya sebagai alat.
Dalam liberalisme klasik yang diungkapkan bahwa manusia dianggap sudah dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, dan negara hanyalah sebuah sebuah alat ketika masyarakat telah mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhannya.
Negara hanya menjalankan sedikit urusan yang tidak dapat dikerjakan oleh masyarakat individu seperti pembentukan sistem hukum, jaminan keamanan nasional dan membuat uang (Mas’oed, 2007).
h)      Dalam liberalisme tidak menerima ajaran dogmatis.
Bahwa dalam ajaran liberalisme semua pengetahuan itu didasarkan pada pengalaman.
3.      Politik Liberalisme
Politik liberal diidentifikasikan sebagai politik yang memiliki cita-cita utama memberdayakan individu, hak-hak kebebasan dan tanggung jawab pribadi (Muller – Groeling, 2001). Cita-cita ini hendak dicapai dengan menerapkan kebijakan ekonomi pasar secara efisien, kompetitif dan mendorong kemajuan ekonomi serta membatasi kekuasaan pemerintah pada hal-hal yang seperlunya.
Berbicara politik erat kaitannya dengan pemerintah. Dalam idiologi liberalisme pemerintah hanyalah sebuah alat (pokok pikiran liberalisme), dimana kekuasaan pemerintah terbatas, hanya pada penjaminan kesejahteraan masyarakat ketika masyarakat individu tidak dapat memenuhi kebutuhan individunya dan berlanjut secara terus menerus hingga keturunan lebih lanjut.
 Liberalisme adalah prinsip hukum politis yang menjadi landasan bagi kekuasaan publik. Kekuasaan tertinggi berada di tangan masyarakat individu yang tetap mengacu kepada hukum tertinggi yaitu undang – undang dasar. Politik liberal mempertahankan dan menjamin kebebasan warga terhadap campur tangan pemerintah dan kekuasaan kelompok-kelompok tertentu. Dengan kebebasan yang diberikannya kepada setiap individu, politik liberal tidak hanya membebaninya dengan tanggung jawab untuk dirinya sendiri dan keluarganya, melainkan juga tanggung jawab untuk ikut ambil bagian dalam kelompok-kelompok kecil masyarakat dan dalam masyarakat sipil. Jadi, politik liberal sama sekali bukan politik “individualisme yang salah” yang memandang individu sangat terisolasi dari tanggung jawab dan partisipasi dalam masyarakat (Muller – Groeling, 2001).
Lebih jauh (Rodee, dkk terjemahan Zulkifly, 2008) menjelaskan perbedaan mendasar antara idiologi liberalisme dengan idiologi – idiologi yang jauh lebih kiri lainnya yaitu terletak pada asumsi kaum liberal mengenai apa yang perlu dalam pengembangan diri individu.
4.      Liberalisme di Indonesia
Para filosof, sosiolog, dan ekonom abad ke-18 dan awal abad ke-19 merumuskan sebuah program politik yang berfungsi sebagai panduan bagi kebijakan sosial pertama-tama di Inggris dan Amerika Serikat, dan kemudian di benua Eropa, dan akhirnya juga di wilayah-wilayah dunia yang lain. Program ini sebelumnya tak pernah dijalankan secara penuh di mana pun. Bahkan di Inggris, yang disebut sebagai kampung halaman liberalisme dan model negara liberal, para pendukung kebijakan liberal tidak pernah berhasil mendapatkan semua tuntutan mereka (Ludwig Von Mises, 1927 disunting oleh Doering).
Bergerak dari pernyataan diatas, di Indonesia juga pernah mengalami era liberalisme tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh Eka Darmaputra dikutip oleh Wahyudi :
Sejak proklamasi kemerdekaan Indonesia…negeri ini telah mengalami berbagai perubahan penting di dalam sistem politiknya; dari yang ‘liberal’ kepada bentuk yang ‘otoriter’ dan diberi nama ‘demokrasi terpimpin’; dari pemerintah sipil kepada pemerintahan militer; dari sistem kepartaian yang multi-mayoritas kepada sistem mayoritas tunggal ; dari ’Orde Lama’ ke ’Orde Baru’. Perubahanperubahan ini cukup mendasar. Yang menarik adalah semuanya membenarkan diri atas nama Pancasila (1997).

Indonesia merupakan State Manque, dimana ’aspirasi yang satu ke aspirasi yang lain tak kunjung  terpenuhi’ dan ‘bangsa Indonesia tetap saja tersandung-sandung dari satu sistem politik ke sistem politik lainnya’ (Geertz, 1973 dikutip oleh Wahyudi).
Berbagai sistem politik yang diterapkan di Indonesia mencerminkan bahwa Bangsa ini seperti masih mencari jati diri politik yang sesuai dengan keadaan bangsa ini. Dari semua sistem politik yang pernah diterapkan, semuanya berlandaskan pada istilah Pancasila yang dicetuskan oleh presiden Soekarno. Pancasila merupakan sebuah pandangan, pedoman hidup bangsa Indonesia yang kemudian lebih sering di sebut sebagai sebuah idiologi.